Bioteknologi berperanan penting dalam bidang pangan
yaitu dengan memproduksi makanan dengan bantuan mikroba, vitamin, dan enzim.
Bioteknologi juga dimanfaatkan untuk berbagai keperluan misalnya dalam
pembuatan antibodi monoklonal, pembuatan vaksin, terapi gen dan pembuatan
antibiotik. Proses penambahann DNA asing pada bakteri merupaka prospek untuk
memproduksi hormon atau obat-obatan di dunia kedokteran. contohnya pada
produksi hormon insulin, hormon pertumbuhan dan zat antivirus yang disebut
interferon. Orang yang menderita diabetes melitus membutuhkan
suplai insulin dari luar tubuh. Dengan menggunakan teknik DNA rekombinan,
insulin dapat dipanen dari bakteri. Adanya perbaikan sifat tanaman dapat
dilakukan dengan teknik modifikasi genetik dengan bioteknologi melalui rekayasa
genetika untuk memperoleh varietas
unggul, produksi tinggi, tahan hama,
patogen, dan herbisida.
Hama tanaman merupakan salah satu
kendala besar dalam budidaya tanaman pertanian. Untuk mengatasinya, selama ini
digunakan pestisida. Namun ternyata pestisida banyak menimbulkan berbagai
dampak negatif, antara lain matinya organigme nontarget, keracunan bagi hewan
dan manusia, serta pencemaran lingkungan. Kita mengetahui bahwa mikroorganisme
yang terdapat di alam sangat banyak, dan setiap jenis mikroorganisme tersebut
memiliki sifat yang berbeda-beda. Dari sekian banyak jenis mikroorganisme, ada
suatu kelompok yang bersifat patogenik pada hama tertentu, namun tidak
menimbulkan penyakit bagi makhluk hidup lain. Contoh mikroorganisme tersebut
adalah bakteri Bacillus thuringiensis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Bacillus thuringiensis mampu menghasilkan suatu protein yang bersifat toksik
bagi serangga, terutama seranggga dari ordo Lepidoptera. Protein ini bersifat
mudah larut dan aktif menjadi menjadi toksik, terutama setelah masuk ke dalam
saluran pencemaan serangga. Bacillus thuringiensis mudah dikembangbiakkan, dan
dapat dimafaatkan sebagai biopestisida pembasmi hama tanaman. Pemakaian
biopestisida ini diharapkan dapat mengurangi dampak negatif yang timbul dari
pemakaian pestisida kimia.
Dengan berkembangnya
bioteknologi, sekarang dapat diperoleh cara yang lebih efektif lagi untuk
membasmi hama. Pada saat ini sudah dikembangkan tanaman transgenik yang
resisten terhadap hama. Tanaman transgenik diperoleh dengan cara rekayasa
genetika. Gen yang mengkode pembentukan protein toksin yang dimiliki oleh B.
thuringiensis dapat diperbanyak dan disisipkan ke dalam sel beberapa tanaman
budidaya. Dengan cara ini, diharapkan tanaman tersebut mampu menghasilkan
protein yang bersifat toksis terhadap serangga sehingga pestisida tidak
diperlukan lagi. Tidak ada yang
tidak mungkin dilakukan dengan teknologi transgenik yang ada.
Bioteknologi sebagai teknologi mengenai mahluk hidup tentunya mengundang
pro dan kontra karena menyangkut keberlangsungan ekosistem yang dimana manusia
ada didalamnya. Terdapat banyak ketakutan-ketakutan yang dirasakan oleh
kalangan cendikia yang mencari tau atas segala dampak dari suatu teknologi
baru. Teknologi molekuler yang sedang berkembang sekarang membuat
pertanyaan-pertanyaan tentang dampak buruk tersebut. Peneliti semakin di uji
etikanya karena kebebasan menggunakan bahan penelitian karena peralatan yang
modern. Maraknya transformasi gen dengan menyisipkan organisme lain spesies,
bahkan lain kingdom kini dapat dilakukan. Kajian berikut merupakan
penelitian-penelitian atau rumor yang mencoba menjelaskan mengenai dampak dari
bioteknologi molekuler.
Bidang
kesehatan banyak kontra terhadap bioteknologi karena produk hasil
rekayasa genetika memiliki resiko potensial sebagai berikut:
a. Gen
sintetik dan produk gen baru yang berevolusi dapat menjadi racun dan atau
imunogenik untuk manusia dan hewan. Beberapa penelitian dengan menggunakan tikus percobaan mengakibatkan sampel
menderita liver, gangguan sistem imun sel, pertumbuhan abnormal limpa dan
pankreas serta penurunan kepridian (Institute For Responsible Technology, 2010)
Gambar
1. Lapisan perut dari tikus yang diberi makan kentang transgenik menunjukkan
pertumbuhan yang over, kondisi ini memungkinkan menyebabkan kangker. Pada tikus
juga terjadi perusakan organ dan sistem imun
b. Rekayasa genetik tidak terkontrol dan tidak
pasti, genom bermutasi dan bergabung, adanya kelainan bentuk generasi karena
racun atau imunogenik, yang disebabkan tidak stabilnya DNA rekayasa
genetik.
c. Virus di dalam sekumpulan genom yang
menyebabkan penyakit mungkin diaktifkan oleh rekayasa genetik.
d. Penyebaran gen tahan antibiotik pada patogen
oleh transfer gen horizontal, membuat tidak menghilangkan infeksi.
f. DNA rekayasa genetik dibentuk untuk
menyerang genom dan kekuatan sebagai promoter sintetik yang dapat mengakibatkan
kanker dengan pengaktifan oncogen (materi dasar sel-sel kanker).
g. Tanaman rekayasa genetik tahan herbisida
mengakumulasikan herbisida dan meningkatkan residu herbisida sehingga meracuni
manusia dan binatang seperti pada tanaman.
Gambar 2. Testicle
tikus yang diberi makan kedelai Roundup menjadi berwarna pink padahal mulanya
kebiruan (kontrol), serta terjadi perubahan struktur sel
Saat ini, umat manusia mampu memasukkan gen ke dalam
organisme lain dan membentuk "makhluk hidup baru" yang belum pernah
ada. Pengklonan, transplantasi inti, dan rekombinasi DNA dapat memunculkan
sifat baru yang belum pernah ada sebelumnya. Pelepasan
organisme-organisme transgenik ke alam telah menimbulkan dampak berupa
pencemaran biologis di lingkungan kita. Setelah 30 tahun Organisme Hasil
Rekayasa Genetik (OHRG) atau Genetically Modified Organism (GMO) lebih dari cukup kerusakan yang
ditimbulkannya terdokumentasikan dalam laporan International Specialty
Products. Di antaranya:
a. Tidak ada perluasan lahan, sebaliknya lahan
kedelai rekayasa genetik menurun sampai 20 persen dibandingkan dengan kedelai
non-rekayasa genetik. Bahkan kapas Bt di India gagal sampai 100 persen.
b. Tidak ada pengurangan pengunaan pestisida,
sebaliknya penggunaan pestisida tanaman rekayasa genetik meningkat 50 juta
pound dari 1996 sampai 2003 di Amerika Serikat.
c. Tanaman rekayasa genetik merusak hidupan liar,
sebagaimana hasil evaluasi pertanian Kerajaan Inggris. Di amerika jagung Bt menyebabkan perubahan tingkah
laku raja kupu-kupu namun di eropa menimbulkan kupu-kupu sebagai serangga tahan
pada jagung B (Darvas, B., dkk, 2004 dalam
greenpeace, 2008)
d. Bt tahan pestisida dan roundup tahan herbisida
yang merupakan dua tanaman rekayasa genetik terbesar praktis tidak
bermanfaat.
e. Area hutan yang luas hilang menjadi
kedelai rekayasa genetik di Amerika Latin, sekitar 15 hektar di Argentina
sendiri. Mungkin semakin memperburuk kondisi karena adanya
permintaan untuk biofuel. Meluasnya kasus bunuh diri di daerah India, meliputi
100.000 petani antara 1993-2003 dan selanjutnya 16.000 petani telah meninggal
dalam waktu setahun.
f. Pangan dan pakan rekayasa genetik berkaitan
dengan adanya kematian dan penyakit di lapangan dan di dalam tes laboratorium.
g. Herbisida roundup mematikan katak, meracuni
plasenta manusia dan sel embrio. Roundup digunakan lebih dari 80 persen semua
tanaman rekayasa genetik yang ditanam di seluruh dunia.
h. Kontaminasi transgen tidak dapat dihindarkan.
Ilmuwan menemukan penyerbukan tanaman rekayasa genetik pada non-rekayasa
genetik sejauh 21 kilometer (Lang,
A. & Vojtech, E. 2006 dalam
greenpeace, 2008). Keadaan ini akan semakin kompleks di negara-negara berkembang,
karena kepemilikan lahan mereka lebih kecil dan jarak antar lahan pertanian
lebih dekat. Pencemaran transgenik pada tanaman konvensional, kerabat liar dan
kerabat gulmanya, menimbulkan ancaman serius pada keanekaragaman hayati dan
sumber genetika untuk keamanan pangan jangka panjang. Selain itu juga ada
risiko pada prospek ekonomi yang diharapkan negara dan petani yang ingin
memanfaatkan budidaya organik produk-produk pertanian.
Penyisipan
gen makhluk hidup lain yang tidak berkerabat dianggap telah melanggar hukum
alam dan kurang dapat diterima oleh masyarakat. Pemindahan gen manusia ke dalam
tubuh hewan dan sebaliknya sudah mendapatkan reaksi keras dari berbagai kalangan.
Permasalahan produk-produk transgenik tidak berlabel, membawa konskuensi bagi
kalangan agama tertentu. Terlebih lagi teknologi kloning yang akan dilakukan
pada manusia (Nurcahyo, 2011).
Bioteknologi yang berkaitan dengan reproduksi manusia sering membawa masalah
baru, karena masyarakat belum menerimanya. berikut ini beberapa contoh mengenai
masalah ini:
a. Seorang nenek melahirkan cucunya dari
embrio cucu yang dibekukan dalam tabung pembeku karena ibunya tidak mampu hamil
karena penyakit tertentu. Kemudian di masyarakat timbul sebuah pertanyaan "anak
siapa bayi tersebut?"
b. Pasangan suami istri menunda kehamilan.
sperma suami dititipkan di bank sperma. beberapa tahun setelah suami meninggal,
sang janda ingin mengandung anak dari almarhum suaminya. Dia mengambil sperma
yang dititipkan di bank sperma. Kemudian
secara agama dan sosial menimbulkan beberapa pertanyaan.
c. meminta sperma orang lain di
bank sperma untuk difertilisasi di dalam rahim wanita merupakan pelanggaran
atau bukan, hal ini masih belum ada
undang-undang yang jelas.
Terdapat suatu kecenderungan bahwa bioteknologi tidak terlepas dari
muatan ekonomi. Muatan ekonomi tersebut terlihat dari adanya hak paten bagi
produk-produk hasil rekayasa genetik, sehingga penguasaan bioteknologi hanya
pada lembaga-lembaga tertentu saja. Hal ini memaksa petani-petani kecil untuk
membeli bibit kepada perusahaan perusahaan yang memiliki hak paten. Produk
Bioteknologi dapat merugikan peternak-peternak tradisional seperti pada kasus
penggunaan hormon pertubuhan sapi hingga naik sebesar 20%. hormon tersebut
hanya mampu dibeli oleh perusahaan peternakan yang bermodal besar. Hal tersebut
menimbulkan suatu kesenjangan ekonomi.
Harga komoditas pertanian sangat sensitif dan ditentukan oleh
supply and demand, maka transgenik yang menjanjikan peningkatan panen dapat
mempengaruhi perilaku pasar. Pihak yang sangat rapuh adalah negara-negara
berkembang yang perekonomiannya sangat tergantung pada produksi dan ekspor
produk-produk pertanian tertentu. Contohnya, menghentikan produksi atau
ekspansi kawasan yang diperuntukkan bagi produksi kapas Bt di Amerika Serikat
atau India, dapat mempengaruhi pasar potensial kapas yang diproduksi di
negara-negara Afrika Barat yang miskin di mana jutaan petaninya sangat
tergantung pada budidaya kapas sebagai matapencaharian mereka (Dano, E.C.,
2007). Karena komoditas hasil modifikasi genetika seperti kapas Bt dihasilkan
besar-besaran untuk diproses menjadi bahan tekstil dan pakan hewan, maka kapas
Bt tersebut tidak dipisahkan (disegregasikan) dari kapas konvensional, sehingga
akan saling bersaing di pasar.
5. Penelitian terbaru
mengenai dampak bioteknologi
Gambar 3. Perbedaan
radang perut yang ditemukan (searah
jarum jam dari kiri atas); Tidak ada radang (babi yang diberi makanan non
transgenik, B41), Ringan (babi yang diberi makanan non transgenik, B15), Sedang
(babi yang diberi makanan transgenik, C34) dan parah (babi yang diberi makanan
transgenik, D22).
Babi yang diberi
makan hasil tanaman transgenik memiliki uteri yang 25% lebih berat dari pada
babi yang diberi makan non transgenik. Babi yang diberi makanan transgenik
memiliki tingkat radang perut yang parah dengan tingkat 32% dibandingkan dengan
makanan babi non transgenik dengan tingkat 12%. Peradangan parah lebih buruk
pada jantan diberi makanan transgenik dibandingkan dengan babi jantan diberi
makan non transgenik, begitupun dengan babi betina walaupun dengan nilai faktor
lebih rendah. Penelitian yang dilakukan Carman, dkk (2013) menunjukkan bahwa
pengaruh tanaman transgenik pada babi kemungkinan besar akan juga ditemukan
pada manusia. Seperti yang diketahui bahwa manusia dan babi sama-sama mamalia
yang memiliki pencernaan hampir sama. Hal ini kemungkinan terjadi pada manusia
dengan kekebalan tubuh kurang baik akan mudah terjadi radang.
Sumber:
Carman,
Judy A., Howard R. Vlieger, Larry J. Ver Steeg, Verlyn E. Sneller, Garth W.
Robinson, Catherine A. Clinch-Jones, Julie I. Haynes, dan John W. Edwards.
2013. A long-term toxicology study on pigs fed a combined genetically modified
(GM) soy and GM maize diet. Journal of
Organic Systems, 8(1), ISSN 1177-4258 38:54
Dano,
Elenita C. 2007. Dampak Potensial
Transgenik terhadap Sosial-Ekonomi, Budaya dan Etika: Prospek Kajian Dampak
Sosial-Ekonomi (terjemahan) Tapir Academic Press, Trondheim. Penang,
Malaysia
Darvas,
B., Lauber, E., Polga´r, L. A., Peregovits, L., Ronkay, L., Juracsek, J., dkk. 2004.
Non-target effects of DK-440-BTY (Yieldgard) Bt-corn. First Hungarian–Taiwanese
entomological symposium, Budapest Hungarian National History Museum (p. 5).
Greenpeace.
2008. Environmental and health impacts of
GMOs: the evidence. Artikel. Greenpeace European Unit. www.greenpeace.eu
Institute
For Responsible Technology. 2010. GM Foods Are Not Safe. Artikel.
www.responsibletechnology.org-info@responsibletechnology.org
Lang,
A. dan Vojtech, E. 2006. The effects of pollen consumption of transgenic Bt
maize on the common swallowtail, Papilio machaon L. (Lepidoptera,
Papilionidae). Basic and Applied Ecology
7: 296—306.
Nurcahyo,
H. 2011. Diktat Bioteknologi. Jurusan
Pendidikan Biologi Universitas Negeri Yogyakarta




