Polusi gas rumah kaca di atmosfer semakin hari semakin bertambah. Sebagai pembanding terhitung hingga Mei 2015 kandungan CO­2 di udara mencapai angka 403,26 ppm (co2now.org). Konsentrasi CO2 meningkat secara linear yang semula hanya sekitar 315 ppm pada tahun 1955. Siklus karbon yang secara alami sebagian besar bergantung pada hutan dan ekosistem perairan kini tidak dapat diandalkan lagi. Pemanfaatan tumbuhan, biota air dan organisme autotrof lainnya dianggap sangat lamban karena selain menangkap CO2 dalam proses fotosintesis mereka juga melakukan respirasi sebagai kebutuhan utama mahluk hidup, sehingga kurang efisien untuk mengimbangi produksi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh beberapa sektor. Perlu suatu campur tangan manusia dalam menyiasati penyimpanan carbon dalam bentuk tertentu sehingga jumlah atau konsentrasi carbon di atmosfer berkurang.

Gambar 1. Skema pemanfaatan biochar untuk kesuburan tanah dan mengurangi emisi carbon di atmosfer (Ghezzehei, D. V. Sarkhot, & A. A. Berhe, 2014).
Dunia pertanian berperan penting dalam penyerapan carbon melalui agroekoosistemnya. Petani kini sadar untuk tidak melakukan pembakaran residu panen melainkan mengembalikan residu sebagai bahan organik ke lahan mereka. Namun, metode ini tidak sepenuhnya tepat dalam arti efisiensi penangkapan carbon dalam tanah. Bahan organik tinggi dapat memacu proses dekomposisi oleh mikroba yang berbanding lurus dengan produksi CO2 sebagai ekskresi dari proses respirasi mikroba. Terlebih lagi bila dalam kondisi anaerob memungkinkan dihasilkannya gas metan (CH4) yang juga sebagai gas umah kaca berbahaya di atmosfer. Perlu suatu teknologi agar bahan organik yang diberikan tidak mudah terurai sehingga pengaplikasian dalam tanah dapat menyimpan carbon dalam jangka waktu lebih lama.
Process
Liquid
(bio oil)
(%)
Solid
(BC)
(%)
Gas
(syngas)
(%)
Fast Pyrolysis
75
12
13
Intermediate Pyrolysis
50
25
25
Slow Pyrolysis
30
35
35
Grasification
5
10
85
Hydrothermal carbonization
NRA
NRA
NRA
Flash carbonization
NRA
50
50
*NRA=Not readily available
Tabel 1. Persentase bentuk produk dari metode Pyrolisis yang berbeda (Nartey & Baowei Zhao, 2014).
 Biochar merupakan produk hasil dari proses pyrolisis yang memungkinkan carbon hasil pembakaran dalam suhu sangat tinggi memiliki ikatan yang lebih stabil. Biochar dapat meminimalisir produk keluar dari sistem melalui penguapan maupun leaching. Terdapat beberapa metode pyrolisis yaitu Fast Pyrolysis (suhu sedang +/-6000C, uap panas yang singkat), Intermediate Pyrolysis (suhu rendah, waktu sedang), Slow Pyrolysis (suhu rendah, waktu lama), Grasification (suhu tinggi (7000C>), waktu lama), Hydrothermal carbonization (tekanan dan suhu tinggi 2500C) dan Flash carbonization (suhu 300-3500C, waktu 30 menit dan tekanan 1-3 Mpa). Metode paling optimal untuk menghasilkan biochar yaitu Flash carbonization menghasilkan lebih banyak padatan yang kemudian berfungsi sebagai biochar (Tabel 1). Lingkungan selama proses pembakaran diasumsikan kedap (tertutup) sehingga kemungkinan penguapan unsur hara sangat kecil. Segala produk sisa mahluk hidup yang mengandung carbon dapat diolah menjadi biochar. Seperti halnya produk olahan, karakteristik dan kandungan dalam biochar sangat dipengaruhi oleh bahan dasar yang digunakan. Bidang pertanian menghasilkan sebagian besar limbah yang dapat diolah menjadi biochar (Tabel 2).

Tabel 2. Karakter biochar dari beberapa limbah pertanian yang berbeda (Shenbagavalli & S. Mahimairaja, 2012).
Secara kimiawi biochar mengandung beberapa unsur esensial tanaman yang dapat secara positif mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Tabel 2 dapat digunakan sebagai acuan kandungan biochar sesuai dengan bahan dasarnya yang dikehendaki, sehingga dapat digunakan rekomendasi pemupukan biochar sesuai dengan hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Secara fisik biochar mengandung pori-pori macro maupun micro yang sanyat banyak. Pori-pori ini dapat sebagai serapan air dan tempat penyimpanan cadangan air yang kemudian dapat dimanfaatkan bagi tanaman. Persentase biochar pada tanah sandy loam mampu meningkatkan kapasitas menahan air pada tanah hingga 2,7 kali (Gambar 2). Namun aplikasi biochar yang memungkinkan pada lahan pertanian sekitar 5% setara dengan 100 ton/ha mampu meningkatan 50% dari kemampuan awal tanah.

Gambar 2. Kemampuan menahan air tanah dengan kandungan biochar berbeda (Yu, Raichle, & Sink, 2013).
 Aplikasi beberapa jenis bahan organik pada 3 jenis tekstur tanah menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap respon tanah, respon tanaman dan mikrobia dalam tanah. Aplikasi biochar terhadap pH mampu menurunkan kebasaan tanah bila dibandingkan dengan penggunaan kompos dari teh. Aplikasi biochar menyebabkan mineralisasi Nitrogen sangat rendah pada tanah pasiran serta lebih rendah pada tanah clay dan silt loam dibandingkan dengan aplikasi biosolid. Artinya pada ketiga jenis tanah biochar bertindak sebagai penyangga nitrogen yang mobile menjadi slow release sehingga mineralisasi N terhambat. Mineralisasi nitrogen sangat tinggi pada biosolid disebabkan adanya perombakan bahan organik oleh mikroba secara besar-besaran. Hal ini tidak dikehendaki karena semakin tinggi tingkat mineralisasi pada tanah+biosolid diikuti dengan terombaknya ikatan carbon dalam tanah. Sehingga respirasi  mikroba setelah diberi biosolid lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya untuk semua jenis tekstur tanah (Gambar 3). Namun tidak demikian pada pengaruh penambahan biochar pada tanah, aplikasi biochar menunjukkan respirasi mikroba lebih rendah. Kandungan C-organik sangatlah penting apabila tujuan pemupukan bahan organik lebih pada penyimpanan carbon dalam tanah upayanya untuk mengurangi emisi carbon di atmosfer. Dibandingkan dengan beberapa jenis pupuk organik yang diaplikasikan (Kompos teh aerob, Compos, serpihan kayu, dan biosolid), aplikasi biochar lebih dapat mempertahankan kandungan carbon dalam tanah karena ikatan-ikatan yang kompleks dibandingkan dengan beberapa bahan organik dengan ikatan sederhana yang mudah terdekomposisi.  

Gambar 3. pH tanah, C-organik, mineralisasi N, dan respirasi mikroba pada tekstur tanah dan perlakuan pemupukan yang berbeda (NUL=control, NK=pemupukan N&K, ACT=compos teh aerob,COM=compos, WC=serpihan kayu, BC=biochar, dan BS=biosolid). Notasi HSD (α= 0,05) (Scharenbroch, Elsa N. Meza, Michelle Catania, & Kelby Fite, 2013).
b

a

Gambar 4. Gambar 4. a) Mineralisasi biochar di tanah dan loessselama 8,5 tahun berdasarkan analisis 14CO2 kumulatif (garis biru=rata-rata linear dekomposisi perhari). b) Persentase C yang tersisa dari dekomposisi masing-masing senyawa biochar selama 1 thn. Eror bar  (+/-SE, n= 8) (Kuzyakov, Irina Bogomolova, & Bruno Glaser, 2014).

14C yang telah ditandai dengan penembakan dari L. perenne menunjukkan hanya 6% carbon yang hilang dari total volume biochar selama 8,5 tahun. Rata-rata dekomposisi biochar dari 14CO2 dalam waktu 5-7 tahun hanya 7x10-4 per hari (Gambar 4a). Setelah 3,5 tahun hampir semua sisa biochar terdiri dari gugus aromatik terkondensasi dan hanya ada 6% dari biochar asli yang telah termineralisasi selama 8,5 tahun. 14C yang berasal dari biochar berkisar antara 0,3 sampai 0,95% ditemukan didalam biomassa mikroba. 14C pada seluruh fraksi lipid kurang dari 1%. Selama 3,5 tahun glikolipid dan fosfolipid terdekomposisi 1,4 kali lebih cepat (23%/thn) dibandingkan dengan lipid netral (15%/thn). Lebih dari 80% glikolipid dan fosfolipid telah terdekomposisi selama 3,5 tahun. Polisakarida berkontribusi hanya 17% dari aktivitas 14C di biochar. Porsi tertinggi dari 14C pada biochar awalnya (87%) berada di Benzene polycarboxylic acid (BPCA) yang menurun hanya 7%  lebih dari 3,5 tahun (Gambar 4b). BPCA sendiri merupakan gugus aromatik yang fraksinya paling stabil dibanding senyawa lain, serta bagian dari BPCA di biochar menjelaskan stabilitas yang sangat tinggi dan kontribusinya terhadap jangka waktu penyimpanan carbon dalam tanah.

Gambar 5. a) Kualitas PYC., b) Kuantitas Carbon organik tanah [○] dan fraksi PYC [] dari kronologi tanah dengan meningkatnya waktu konversi hutan menjadi lahan pertanian dengan sistem tebas bakar (Schneider, Johannes Lehmann, & Michael W.I. Schmidt, 2011).
BPCA kini digunakan sebagai penanda molekular untuk penilaian PYC (carbon pirogenik). Beberapa kasus membutuhkan suatu pendekatan-pendekatan untuk dapat menentukan cadangan carbon suatu wilayah berdasarkan history lahannya. Contoh yang terjadi di Kenya barat, tepatnya di Nandi selatan terdapat hutan yang telah di alih fungsikan sebagai lahan pertanian dengan cara pembakaran hutan. Asam dengan 3,4,5 dan 6 gugus karboksilnya (B3CA,B4CA, B5CA, dan B6CA) diidentifikasi untuk mengetahui kualitas PYC. Hasilnya kandungan B6CA tetap pada angka 35%, tidak ada dekomposisi fraksi PYC yang kurang stabil menjadi gugus PYC aromatik, artinya secara kualitas tidak ditemukannya perbedaan antara PYC sekarang atau 100 tahun lalu (Gambar 5a). Secara kuantitatif juga tidak adanya penurunan jumlah PYC dalam tanah namun terjadi penurunan jumlah cadangan carbon organik karena siklus carbon alami (Gambar 5b).

Sumber

Ghezzehei, T. A., D. V. Sarkhot, & A. A. Berhe. (2014). Biochar Can Be Used To Capture Essential Nutrients From Dairy Wastewater And Improve Soil Physico-Chemical Properties. Solid Earth, 952-963.

Kuzyakov, Y., Irina Bogomolova, & Bruno Glaser. (2014). Biochar Stability in Soil: Decomposition During Eight Years and Transformation as Assessed by Compound-Specific 14C Analysis. Soil Biology and Biochemistry, 229-236.

Nartey, O. D., & Baowei Zhao. (2014). Biochar Preparation, Characterization, and Adsorptive Capacityand Its Effect on Bioavailability of Contaminants: An Overview. Advances in Materials Science and Engineering.

Scharenbroch, B. C., Elsa N. Meza, Michelle Catania, & Kelby Fite. (2013). Biochar and Biosolids Increase Tree Growth and Improve Soil Quality for Urban Landscapes. Journal of Environmental Quality.

Schneider, M. P., Johannes Lehmann, & Michael W.I. Schmidt. (2011). Charcoal Quality Does Not Change Over A Century In A Tropical Agro-Ecosystem. Soil Biology & Biochemistry, 1992-1994.

Shenbagavalli, S., & S. Mahimairaja. (2012). Production And Characterization Of Biochar From Different Biological Wastes. International Journal of Plant, Animal and Environmental Sciences, 2231-4490.

Yu1, O.-Y., Raichle, B., & Sink, S. (2013). Impact of Biochar on The Water Holding Capacity of Loamy Sand Soil. International Journal of Energy and Environmental Engineering, 4:44.


date

0 komentar to “Biochar”

Leave a Reply:

Tittle

Tittle

Future Agriculture

Entri Populer

Total Tayangan Halaman